Pages

Monday, September 13, 2010

MUSIBAH JELANG LEBARAN

Bentrok yang terjadi pada hari Jumat(3/9) itu terjadi di Buol, tepatnya di kabupaten paling utara di Sulawesi Tengah yang berjarak kurang lebih 600 kilometer dari Palu. Kendati lebaran masih sepekan lagi, pengunjung saat itu dapat disebut masih jauh dari kata ramai. Dibandingkan tahun lalu, keramaian lebih tersa 10 kali lipat dibandingkan lebaran tahun ini.
Bentrok yang pertama kali terjadi pada Selasa(31/8) malam itu, terjadi ketika ratusan warga mendatangi markas Polres Biau untuk menyakan tewasnya seorang tahanan sehari sebelumnya. Tahanan itu diketahui tewas Senin siang karena kecelakaan lalu lintas yang ia alami. Saat itu Kasmir yang menjadi tersangka dianggap sedang melakukan aksi balap liar yang akhirnya berujung kecelakaan laulintas yang tanpa disengaja menabrak anggota Satuan Lalu Lintas Polres Buol Briptu Ridwan denagan sepeda motor.
Aksi warga yang semakin memperparah keadaan juga mebuat faktor menurunya omset pedagang di sekitar lokasi kejadian. Pembakaran kendaraan dinas polkisi dan barang-barang yang dikeluarkan secara paksa dari rumah Wakil Kepala Polres Bulo terjadi didekat pasar. “Saya sering kesal dengan ulah polisi yang seenaknya menghakimi massa. Mentang-mentang dia mempunyai jabatan sebagai polisi, trus mereka bisa berbuat sesuaka hati. Seharusnya jabatan polisi itu tidak mereka gunakan seenaknya saja.” Begitu pendapat seorang ibu rumah tangga ketika saya bertanya rtentang pendapatnya.
Pasca bentrok antar warga dan polisi, kondisi Buol sempat tegang dan mencekam. Banyak sekali toko-toko yang memilih menutup tokonya karena masih trauma dengan kejadian waktu itu. Bukan hanya toko-toko saja yang memilih tutup, kantor-kantor juga tidak berjalan dengan normal. Trauma yang masih melekat di diri warga sekitar membuat mereka merasa takut ketika mendengar suara letusan, sekalipun suara itu berasal dari petasan.
Akibat meninggalnya Ridwan yang emnjadi salah satu korban yang tewas, membuat kedua orangtuanya masih sangat berkabung. Bahkan ibunda Ridwan sempat jatuh pingsan ketika mendengar anaknya tewas di tangan polisi. “Saya sangat menyesali prilaku para polisi. Mereka yang seharusnya tempat perlindungan rakyat dari ancaman, malah menjadi ancaman bagi rakyat. Saya berharap kasus ini dapat diusut sampai tuntas, sehingga polisi tidak seenaknya berbuat kepada warga.” Begitu yang dikatakan oleh Bapak Rahmat yang bekerja sebagai tukang sate keliling di daerah Ciledug, Tanggerang.
Bentrokan yang terjadi itu mebuyarkan mimpi indah menjelang lebaran Idul Fitri. Moment indah yang seharusnya menjadi ajang kita untuk menjalin silahturahmi, berubah menjadi ajang tumpah darah. Semoga kejadian ini menyadarkan kita untuk tidak salah menggunakan kekuasaan untuk memuaskan nafsu kita. (KOMPAS, 5 SEPTEMBER 2010)

CHRISTILIA STELLA
915080055

No comments:

Post a Comment